Rabu, 21 Desember 2016
Memilih pergi
Jumat, 01 Januari 2016
5
"Kamu adalah perempuan yang sangat aku sayang setelah ibu dan nenekku" ucapmu.
Namun mengapa kini perempuan lain yang berada disisimu ? Bukankah itu berarti kau berdusta ?
Aku merasa bodoh karena terlalu berharap pada semua kalimat yang kau ucap.
"Kita akan bersama selamanya" ucapmu lagi.
Lagi-lagi aku terbuai oleh lisanmu yang begitu memabukkan.
Menanggalkan logika sebab rasa yang telah berkuasa.
Andai logikaku kokoh, semua tak akan seperti ini.
Bodoh. Mengandaikan hal yang telah terjadi hanya membuang-buang waktu saja.
"Aku udah ga pantes buat kamu, aku mau kita udahan" ucapmu yang membuat kepalaku seketika pening.
"Kamu yang udah ga pantes buat aku atau aku yang udah ga pantes buat kamu ?" Tanyaku sembari menahan bulir yang jatuh dari mata.
Ada hening yang cukup lama. Yang terdengar hanya samar-samar tarikan ingusku yang berarti aku telah gagal menahan jatuhnya bulir air mataku.
Akhirnya kamu angkat bicara dan mengatakan bahwa sudah ada orang lain yang menurutmu pantas untukmu.
Tangisku semakin menjadi mendengar pernyataanmu. Sebisa mungkin aku tak menamparmu karena aku tau kita sedang berada ditempat umum.
Kamu pun memberitauku siapa sosok perempuan itu.
"Brengsek, mengapa harus sahabatku ? Apakah didunia ini tidak ada perempuan lain selain dia ?" Jeritku dalam hati yang terurai lewat tangisan.